Minggu, 22 Agustus 2010

pandangan generasi mudah terhadap pertanian


Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda terhadap sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih fakultas pertanian. Berdasarkan analisis hasil SNMPTN 2008, terjadi kekosongan kursi pada program studi di bidang pertanian hingga 50 persen dari daya tampung universitas negeri. Di universitas swasta, angka ini lebih dari 50 persen. Apakah ini bukan ancaman bagi masa depan sektor pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa Indonesia?
Rendahnya animo calon mahasiswa untuk memilih jurusan/program studi pertanian disebabkan oleh banyak hal, baik yang berasal dari internal institusi maupun faktor eksternal. Beberapa hal tersebut antara lain, pertama kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan dengan rakyat kecil, petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas, kotor, dengan penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan, tampaknya tidak mudah untuk dihilangkan. Padahal pada era teknologi seperti sekarang ini, pendidikan pertanian diarahkan menjadi untuk menghasilkan teknokrat bahkan enterpreneurship pertanian. Bidang pertanian tidak lagi sempit hanya bercocok tanam di sawah tetapi sudah sangat berkembang teknologinya seperti kultur jaringan, hidroponik, aeroponik, rekayasa genetika, teknologi publikasi pertanian dan sebagainya, yang jauh dari kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan demikian, ruang lingkup pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang berhubungan dengan budidaya tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian, lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan agrobisnis, sampai wirausaha mandiri.

1 komentar: